Goni/PewartaSulut.com
Minahasa,
Institusi Pengadilan Negeri (PN) Tondano kini menjadi pusat perhatian dan kritik tajam dari masyarakat serta kalangan jurnalis.
Sorotan ini muncul akibat dugaan praktik pelayanan publik yang dinilai tertutup, termasuk penundaan persidangan yang berulang kali tanpa alasan jelas, serta sikap Ketua PN yang diduga menghindari awak media dan membatasi ruang gerak pers.
Kekecawaan publik terhadap PN Tondano semakin memuncak menyusul serangkaian penundaan sidang yang tidak proporsional, KAMIS, (17/09/2025).
Beberapa perkara dilaporkan mengalami penundaan hingga 5 sampai 7 kali, dengan dalih yang beragam seperti hakim sakit, jaksa penuntut belum hadir, atau panitera sedang di luar kota.
Kondisi ini menimbulkan dugaan adanya unsur kesengajaan yang merugikan pencari keadilan.
Jadwal sidang yang tertera pukul 10.00 WITA seringkali baru dimulai pada sore hari, bahkan tak jarang dibatalkan tanpa pemberitahuan yang memadai.
Opa Oce (72), seorang warga dari Minahasa Tenggara, mengungkapkan kekecewaannya pada Kamis (18/9/2025).
“Bukan main ini pengadilan. Kami datang jauh-jauh hanya untuk jadi saksi, meninggalkan pekerjaan di kebun, tapi tiba-tiba sidang batal. Dari jam 09.00 pagi sampai sore, ternyata tidak jadi. Kami rakyat bukannya dihargai,” keluhnya, menegaskan dampak langsung dari inefisiensi ini terhadap masyarakat.
Ketua PN Menghindar dari Konfirmasi Pers
Situasi semakin memanas ketika Ketua PN Tondano, Erenst Ulaen, SH., MH., diduga memilih menghindar dari upaya konfirmasi yang dilakukan oleh sejumlah wartawan.
Saat awak media mencoba meminta keterangan terkait persoalan ini, Ketua PN justru masuk ke ruangannya tanpa memberikan pernyataan, sebuah tindakan yang memicu reaksi keras dari kalangan pers.
Jeffry Uno, Ketua Aliansi Wartawan Minahasa (AWAM), mengecam keras tindakan tersebut.
“Yang dilakukan Ketua PN Tondano itu jelas tidak pantas, bahkan bisa disebut pelecehan terhadap insan pers. Kami menilai integritas PN Tondano patut dipertanyakan. Kalau begini, kesannya Ketua PN alergi wartawan,” tegas Uno.
Ia menambahkan bahwa AWAM berencana melayangkan surat resmi kepada Mahkamah Agung RI untuk melaporkan lemahnya pelayanan publik dan sikap tertutup PN Tondano.
Pembatasan Ruang Gerak Pers dan Desakan Reformasi
Selain dugaan penghindaran, kritik juga mengemuka terkait pembatasan ruang kerja pers di lingkungan PN Tondano.
Wartawan yang bertugas meliput jalannya persidangan mengaku seringkali dibatasi, baik dalam pengambilan gambar maupun perekaman video, yang dinilai menghambat fungsi kontrol media.
Ronny Sepang, seorang wartawan senior di Minahasa, menyayangkan sikap Ketua PN Tondano.
“Ketua PN terkesan sombong dan cuek terhadap wartawan. Kami sepakat akan melayangkan surat terbuka ke Mahkamah Agung dan tembusan ke Presiden RI, Prabowo Subianto, agar mendapat perhatian serius. Mental pejabat publik yang seperti ini harus jadi catatan serius,” ujar Sepang.
Ia juga mengingatkan bahwa lembaga peradilan di Indonesia saat ini sedang menjadi sorotan publik akibat maraknya kasus suap yang melibatkan hakim maupun panitera.
“Jangan sampai hal serupa terjadi di Minahasa. Kami insan pers akan terus mengawasi pelayanan publik di Kantor PN Tondano untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas,” pungkasnya, menegaskan komitmen media dalam menjaga integritas lembaga peradilan.
Kondisi ini menuntut perhatian serius dari pihak berwenang untuk memastikan bahwa Pengadilan Negeri Tondano dapat menjalankan fungsinya sebagai garda terdepan penegakan hukum dengan menjunjung tinggi prinsip transparansi, akuntabilitas, dan pelayanan publik yang prima.