Imanuel Kaloh /pewartasulut.com
LANGOWAN,
Menikmati suasana di kompleks perkebunan Desa Walewangko, Kecamatan Langowan Barat, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut). Nama tempat itu, Kobong Om Tani Langowan. Milik Om Donny Rumagit. Meski saat ini sedang mengemban tugas sebagai anggota Bawaslu Provinsi Sulut, ia tetap giant bertani.
Mungkin itu juga yang melatarbelakangi nama tempat itu, sehingga dinamakan Kobong Om Tani Langowan. Nama yang mencerminkan sebuah identitas. Identitas diri dan kultural.
Lokasi yang menampilkan suasana sejuk, panorama eksotis sebagai tempat nongkrong, sepertinya sangatlah menarik dan nyaman bagi kaum muda, orang tua, atau keluarga untuk bersantai ria bersama. Intinya, cocok untuk semua kalangan usia untuk melepas penat dan menikmati kebahagiaan.
Saat itu saya dan teman-teman Komunitas Penulis Mapatik datang menghadiri pelatihan menulis dan diskusi yang kami gagas bersama Kelung.id dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulut .
Kegiatan itu digelar selama dua hari Sabtu dan Minggu, mulai 4-5 September 2024,dimulai dari diskusi pada hari pertama, kemudian dilanjutkan pelatihan menulis pada hari kedua.
Saat tiba di Kobong Om Tani Langowan, mata saya langsung terpukau dengan pemandangan menarik dan unik di sekitar. Di depan rumah panggung yang berada di tengah kebun, sudah dihiasi berbagai jenis bunga hias.
Ini momen pertama kali saya ke tempat ini, melihat suasana yang menampilkan pegunungan dan pepohonan, dengan hembusan angin sepoi-sepoi.
Di samping rumah berjejer telaga berbagai ukuran. Nampak ada ikan mujair, ikan mas, tanaman kangkung dan selada di dalamnya. Ada juga ikan hias yang diletakkan dalam sebuah bak di samping rumah.
“Kobong tani ini menjadi tempat untuk kita melaksanakan diskusi saat ini. Tempatnya memang sangat menarik dan mendidik,” kata Director Mapatik, Rikson Karundeng, Minggu (06/09/24).
Malam pun tiba. Usai diskusi, saya dan teman-teman bergegas ke tempat tidur.
Sebelum beristirahat, teman-teman yang sudah datang menginap terlebih dahulu di hari sebelumnya, nampak mengenakan topi kupluk, kaos tebal, jaket, celana panjang, hingga kaos kaki untuk menutupi kakinya. Suhu di tempat ini memang dingin.
“Suhu di sini kalau malam ternyata cukup dingin,” seru Eka Egetan yang meski badan gemetar kedinginan, namun langsung tertidur pulas. Jelas terlihat saat ia mulai mendengkur.
Sebelum tidur, saya dan beberapa kawan menyempatkan diri untuk kembali berdiskusi singkat mengenai keindahan dan pengalaman baru di Kobong Om Tani Langowan dengan Rikson.
Kisah itu menjadi pengantar tidur menyenangkan. Rikson menyusul, tampak tertidur nyenyak. Saya pun harus menunda kantuk, karena bunyi suara dengkuran Rikson dan Eka yang saling bersahutan.