Menanti Keadilan: Gugatan Reklamasi Teluk Manado di PTUN Jakarta Menuju Putusan Akhir

Goni / pewartasulut.com


JAKARTA,


Persidangan gugatan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) terkait Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) untuk PT Manado Utara Perkasa (PT MUP) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memasuki tahap akhir.

Setelah proses persidangan yang berlangsung sejak, Selasa, (26/11/2024), dengan pembuktian yang berakhir pada, Minggu, (01/06/2025) dan kesimpulan para pihak pada, Selasa, (15/07/2025) melalui e-court, majelis hakim akan membacakan putusan pada, Selasa, (05/08/2025) secara online.

Gugatan ini terdaftar dengan nomor register perkara 444/G/LH/2024/PTUN.JKT.

Objek gugatan adalah PKKPRL Nomor: 20062210517100001, tertanggal 17 Juni 2022, yang diterbitkan oleh Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (kini Menteri Investasi dan Hilirisasi/BKPM) dan ditujukan kepada PT MUP.

Penggugat dalam perkara ini adalah Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), yang tergabung dalam Tim Advokasi Penyelamatan Pesisir dan Pulau Kecil (TAPaK).

PT MUP sendiri bertindak sebagai Tergugat II Intervensi.

Kuasa hukum penggugat, Judianto Simanjuntak, menyatakan telah berhasil membuktikan adanya pelanggaran hukum dalam penerbitan PKKPRL tersebut, baik secara formil maupun materiil.

Ia menekankan bahwa proses penerbitan PKKPRL tidak melibatkan partisipasi masyarakat secara bermakna, melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

“Partisipasi yang bermakna,” jelas Judianto, mengutip keterangan Ahli Hukum Lingkungan Bono Priambodo, S.H., M.Sc., “haruslah bebas dari paksaan dan dilaksanakan sebelum tahap perencanaan proyek.”

Bukti-bukti berupa keterangan saksi dan surat penolakan warga mendukung klaim tersebut.

Lebih lanjut, Judianto menjelaskan bahwa reklamasi yang direncanakan akan mengancam mata pencaharian nelayan dengan menghilangkan akses terhadap sumber daya alam laut, mengabaikan perlindungan nelayan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016.

Mulya Sarmono, kuasa hukum TAPaK lainnya, menyoroti ancaman kerusakan lingkungan yang tak terpulihkan.

Ia mengutip keterangan Ahli Kelautan Prof. Dr. Ir. Rignolda Djamaluddin, MSi, yang menyatakan bahwa konstruksi di laut akan mengubah dinamika gelombang dan sedimen, berpotensi merusak terumbu karang dan berdampak negatif pada Taman Nasional Bunaken.

Pendapat serupa disampaikan dalam surat tertulis dari Prof. Dr. Ir. Silvester B. Pratasik, M.Sc., yang menekankan kerusakan ekosistem pantai penting di Manado Utara, termasuk mangrove, estuari, dan terumbu karang.

Susan Herawati, Sekretaris Jenderal KIARA, mengatakan penerbitan PKKPRL merupakan kecerobohan pemerintah yang mengabaikan keselamatan warga dan lingkungan.

Ia menekankan bahwa wilayah tersebut rawan banjir, dan reklamasi akan memperparah kondisi ini.

“Penerbitan PKKPRL ini, bertentangan dengan tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk keberlanjutan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010.” Tegas Susan.

Nelayan lokal, Vekky Hamada Caroles, turut menyuarakan keprihatinannya.

Ia mengungkapkan bahwa pemasangan pagar pantai pada 5 September 2024 di Kelurahan Bitung Karangria telah membatasi akses laut, bahkan sebelum reklamasi dimulai.

“Teluk Manado adalah sumber kehidupan kami,” ujarnya.

TAPaK berharap majelis hakim PTUN Jakarta akan memutuskan: (1) Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya; (2) Menyatakan batal PKKPRL Nomor: 20062210517100001; dan (3) Mewajibkan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM untuk mencabut PKKPRL tersebut.

Susan Herawati dan Vekky Hamada Caroles turut mendesak putusan yang adil demi keselamatan masyarakat pesisir Manado Utara.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *