QQ / pewartasulut.com
MINSEL,
Rekomendasi DPRD Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) untuk menutup aktivitas PT Kelapa Jaya Lestari (KJL) di Desa Teep, Kecamatan Amurang Barat, mulai menimbulkan kekhawatiran sosial yang mendalam di tengah masyarakat, khususnya para karyawan yang selama ini menggantungkan hidupnya pada perusahaan tersebut.
Pasalnya, jika rekomendasi penutupan dijalankan tanpa solusi jelas, lebih dari 200 karyawan terancam kehilangan pekerjaan. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh para pekerja, tapi juga menyentuh kehidupan keluarga mereka—terutama anak-anak yang saat ini sedang bersekolah.
“Kami bingung dan takut. Kalau perusahaan ini tutup, anak saya yang masih SD dan satu lagi baru masuk SMA, nanti sekolahnya bagaimana? Kami kerja di sini untuk biaya hidup dan pendidikan mereka,” ungkap seorang karyawan PT KJL yang enggan disebutkan namanya, dengan suara berat menahan cemas.
Sejak berdiri, PT KJL telah menjadi salah satu sumber penghidupan utama bagi warga sekitar. Bagi sebagian besar karyawannya, gaji bulanan yang mereka terima bukan hanya untuk makan sehari-hari, tapi juga untuk membayar uang sekolah, biaya sewa rumah, listrik, dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Penutupan perusahaan secara mendadak diyakini akan memicu gelombang pengangguran baru di Minsel.
“Kami bukan membela perusahaan, tapi kami hanya ingin ada jalan tengah. Kami siap perusahaan diperbaiki, tapi jangan langsung ditutup. Keluarga kami butuh makan, anak-anak kami butuh sekolah,” tambah seorang ibu pekerja di bagian produksi.
Sementara itu, mantan Anggota DPRD Minsel, Frangky J. Lelengboto, melalui unggahan di media sosial Facebook juga menyuarakan keprihatinan atas keputusan tersebut. Ia mengingatkan bahwa langkah penutupan sebaiknya disertai solusi, agar tidak merusak tatanan sosial dan iklim investasi daerah.
“Perlu kehati-hatian dalam mengambil keputusan ini. Jangan sampai keputusan yang tergesa-gesa justru memukul masyarakat kecil yang selama ini menggantungkan hidup dari bekerja di sana,” tulis Lelengboto.
Diketahui, DPRD Minsel merekomendasikan penutupan PT KJL karena perusahaan diduga beroperasi tanpa kelengkapan dokumen lingkungan seperti Persetujuan Teknis (Pertek) dan Surat Laik Operasi (SLO). Rekomendasi tersebut disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD yang dipimpin Ketua DPRD Minsel, Stefanus Lumowa.
Meski demikian, para karyawan berharap pemerintah tidak hanya fokus pada aspek pelanggaran, tetapi juga mempertimbangkan dampak kemanusiaan yang sangat besar jika perusahaan benar-benar ditutup tanpa solusi. Mereka mendesak agar pemerintah memberikan waktu dan ruang bagi perusahaan untuk memperbaiki pengelolaan limbah dan melengkapi dokumen sesuai aturan, sehingga operasional bisa terus berjalan.
“Satu keputusan bisa membuat ratusan keluarga menderita. Kami harap pemerintah dan perusahaan duduk bersama, cari solusi yang adil,” ujar salah satu pekerja sambil menatap kosong ke arah pabrik tempat ia bekerja selama lima tahun terakhir.(Qq)