Oleh : Imanuel Kaloh/Jurnalis pewartasulut.com
MINAHASA,
Tanah kalasey begitu unik. Luas perkebunannya dikelilingi banyak pohon pisang. Ada perpaduan hamparan pohon Pisang dan pohon Kelapa di kawasan pertaniannya.
Panas terik matahari begitu terasa. Namun, tak bisa dipungkiri, tanah ditempat itu menjadi lokasi yang subur bagi para petani disana untuk menanam berbagai komuditas pertanian.
Ditempat itu berdiri Sabuah/terung atau bangunan tempat persinggahan atau berteduh sementara di perkebunan.
Tempat itu dijadikan masyarakat disana untuk berkonsolidasi berjuang melawan diskriminasi aparat berseragam yang berusaha merampas hak-hak masyarakat disana, yakni perkebunan kalasey yang selama ini telah menghidupi ,masyarakat turun-temurun.

Kalah itu saya hadir disana dan melihat langsung bagaimana usaha masyarakat untuk merebut kembali hak mereka. saya pun turut merasakan.
Sebagai lokasi yang wilayahnya terdampak konflik, terbesit keinginan pecinta alam untuk berkegiatan di tempat itu.
Hal itu sebagai bentuk kepedulian melawan diskriminasi dari ketidakberpihakan aparat berseragam yang ingin menduduki tanah masyarakat disana.
Sabuah itu, kemudian menjadi lokasi atau tenda induk bagi para pegiat alam dan lingkungan melakukan educamp.
Lokasi yang kemudian dijadikan tempat atau pusat pendidikan rakyat bagi forum Komunitas Anak Muda Hobi Gunung (KAMHG) yang saat itu bekerjasama dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Utara (Sulut) untuk belajar dan berdiskusi sebuah gerakan bagi para pegiat alam dan lingkungan.
Temanya ialah, peduli alam, peduli lingkungan, peduli tanah, serta peduli adat. Sesuai jadwal akan digelar selama 3 hari yakni, 14-16 Februari tahun 2025.

Ditempat ini terjalin hubungan yang akrab antar peserta, bahkan hingga masyarakat setempat.
Para peserta hadir dari berbagai anggota komunitas pecinta alam, mulai dari Kelompok Pecinta Gunung Tanpa Batas (KPGTB), Komunitas Anak Hobi Gunung (KAMHG), Komunitas Pecinta Gunung Sejati (KPGS), Kelompok Pecinta Alam Naluri Pegiat Alam Sejati (KPA NAPAS), Kelompok Pecinta Alam Gelang ALDAKA (KPA GELANG), We Organizer Independent (WOI), Organisasi Masyarakat (Ormas) Orang Indonesia Intrmezo (OI) Manado, serta Solidaritas Petani Penggarap Kalasey Dua (Solipetra).
Disela-sela kegiatan itu, sebelum masuk pada pelatihan dan diskusi, para generasi muda pegiat alam tersebut saling baku kenal satu dengan lainnya. Setelah saling kenal dengan teman barunya, mereka mendirikan tendanya masing masing untuk menginap.
Awal Perkenalan

Gabriel Watugigir, salah satu anggota KAMHG itu memberi kejutan bagi teman-temannya. Dia yang dikenal masih kaku jika open mic (berbicara di panggung menggunakan pengeras suara atau speaker), tiba-tiba memegang mic dan memanggil para peserta untuk ice breaking (kuis pengantar kegiatan).

Kami pun kaget, suasana yang khusyuk jadi banjir kecerian atas permainan pengantar yang dibawakan oleh Gabriel. Para pun peserta tertawa terbahak-bahak.
Ternyata dia mampu membawa situasi yang tegang menjadi senang, pantas saja dia dipercayakan menjadi ketua panitia kegiatan educamp ini.
Moment yang ditunggu datang, usai permainan pengantar, kegiatan kemudian dibuka oleh kaka Gabs Vincent (panggilan akrab Gabriel), para peserta diperkenalkan dengan pemateri dari Lembaga Bantuan Hukum oleh Fasilitator kegiatan kak Pascal Toloh.

“Kira-kira kita akan belajar apa yah,”kata Putra Kowaas kepada Juan Watuseke yang duduk disampingnya.
Terdengar bisikan mereka, karena saat itu saya berada duduk tepat di belakang mereka.
“Belum tau, kita liat aja nanti ya,”terdengar jawaban Juan kepada Putra.

Setelah mendengar materi dari pemateri Satryano Pangkey dan David Wungkana, saatnya tiba pada diskusi, kami berkesempatan bertanya jawab dengan mereka yang membawakan materi berjudul hak atas lingkungan, serta partisipasi publik dan SLAPP.
Sebelum makan siang ada pernyataan menarik yang disampaikan pemateri yang saya kutip.
“Hak atas Lingkungan merupakan hak asasi manusia yang harus dijunjung tinggi oleh negara, hukum dan pemerintah,”
Ternyata, hal inilah yang didasari petani masyarakat desa Kalasey Dua untuk mempertahankan tanah mereka.
Perjalanan Menarik
Malam pertama usai, memasuki hari kedua kami dihadapkan dengan pemateri dari salah satu aktifis perempuan adat, yang memperkenalkan gerakan masyarakat adat nusantara ditengan berbagi konflik yang terjadi di daerah.

Nedine Suluh, perempuan berparas cantik yang sementara melanjutkan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Keagamaan Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Manado itu memiliki segudang pengalaman menjadi aktivis sebuah gerakan yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat. Sungguh mengagumkan.
Dengan terlibat dalam diskusi usai materi dibawakan, kami menyatu dengan berbagai pertanyaan dan jawaban secara responsif.
Diskusi kemudian dipandu oleh Ketua Pengurus Harian PW Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Utara (Sulut) Bung Kharisma Kurama Namanya. Dia begitu luar biasa, jiwa yang komunikatif dan ahli dalam beragumentasi membawa suasana diskusi semakin menegangkan. Bak menonton film action.
Ia memperkenalkan sejara berdirinya AMAN, serta aktifitas AMAN saat ini, yang terus bersama dan berpihak bagi masyarakat adat, bersama-sama dalam mendukung perjuangan mereka.

Kak Johanes Gerung yang jauh-jauh datang Langowan kemudian mengajarkan pengorganisasian rakyat.
Dia juga menceritakan terkait konflik yang terjadi di lokasi perkebunan kelelondey tempat orang tuanya bertani untuk membiayainya kuliah selama ini.
Hari Istimewa
Tak terasa, dua hari begitu cepat berlalu, banyak pelajaran berharga yang kami simpulkan. Ternyata seperti itulah proses membentuk sebuah gerakan sosial.
“Sebagai generasi muda saya sangat senang dan bangga bisa ikut kegiatan ini,”ungkap Khafaraela Puasa, dari Ormas WOI.
Pernyataan yang sama juga datang dari Tegar Bugis, anggota KPGTB yang mengapresiasi akan pelaksanaan educamp tersebut.

“Sangat Apesiasi, belajaran yang bermanfaat bagi kami, khususnya saya sendiri, ha ha ha,”ungkapnya kemudian senyum saat berdiskusi dengan saya.
Dalam siskusi di malam terakhir begitu alot, tak disangka kami kedatangan pengurus Forum Kelompok Pecinta Alam (FKPA) Kota Manado.
Ternyata dari beberapa pengurus yang datang, hadir langsung Ketua Umum yakni Ahmad Bagenda.
Ia menyampaikan kedepan dimana FKPA Manado memberikan suport penuh atas kegiatan educamp tersebut.

“Hari ini begitu istimewa, selain antusiasme peserta selama kegiatan, educamp ini didukung oleh FKPA Manado,”bisik Ketua KAMHG Alfando Saluhang kepada saya.
Terdengar juga seruan apresiasi dan terimakasih dari Oma Io dan Oma Emboh dan beberapa ibu-ibu mayarakat Kalasey dua yang begitu aktif menyiapkan konsumsi bagi para peserta educamp.
Para peserta kemudian mengkampanyekan dan mendeklarasikan dukungan mereka terhadap perjuangan hak masyarakat adat di Sulut yang secara paksa wilayahnya dirampas.

“Banyak-banyak makase atas kehadiran teman-teman pegiat alam, yang sudah memberi suport melalui kegiatan ini, dan mendeklarasikan dukungan terhadap perjuangan kami masyarakat desa Kalasey Dua,” tambah Refly Sangel putra dari Oma Emboh salah satu pemilik lahan di Kalasey Dua.
Usai itu,para peserta beranjak dari tenda induk menuju kompleks shalter camp yang mereka dirikan untuk berkemah dan menyalahkan api unggun sebagai tanda malam kebersamaan mereka.

“Bukan hanya harus, tetapi wajib. Belajar itu adalah ilmu dan bekal di masa depan kita, apapun itu tetap belajar, dan gunakan wawasan itu untuk membantu masyarakat,” pesan Ketua AMAN Kharisma kurama kepada saya, Tania, Sani, edel, Fatma,Kevin dan anes yang dipercayakan menjadi panitia educamp tersebut.
