Usai Pemkab Terima WTP, Oknum Penjabat di Minahasa Divonis Penjara Akibat Korupsi

Suasana Sidang Oknum Penjabat di PN Manado. Foto : dok

TONDANO,

Belum lama ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Minahasa menerima opini dengan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk tahun 2023. Bahkan predikat ini diraih 10 kali berturut-turut.

WTP ini, merupakan opini yang menyatakan dimana laporan keuangan pemerintah yang telah diperiksa dan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip yang berlaku secara umum.

Usai di berikan predikat WTP, masih di minggu yang sama, justru salah satu oknum penjabat di Minahasa divonis 4 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Manado dalam tindak pidana korupsi.

Padahal, penjabat tersebut terseret kasus penyalagunaan dana negara selang 10 tahun berjalan.

Diketahui, PN Manado memvonis mantan pelaksana tugas (plt) Hukum Tua Desa Atep Oki, JL (52), dalam perkara tindak pidana korupsi terkait pengelolaan Dana Desa (DD) di bidang pembangunan untuk Desa Atep Oki, Kecamatan Lembean Timur, pada tahun anggaran 2019 dan 2020. Senin (03/06/2024).

Terdakwa dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 4 tahun dan denda sebesar Rp200.000.000, dengan ketentuan jika denda tidak dibayar, akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

Selain itu, terpidana juga dijatuhi pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp633.500.415,75. Jika tidak dibayar dalam waktu 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

Harta benda terpidana akan disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Jika terpidana tidak memiliki harta benda yang mencukupi, maka akan dijatuhi pidana penjara selama 2 tahun.

Kasi Intel Suhendro G.K, S.H., menjelaskan, pada tahun 2019 dan 2020, Desa Atep Oki melaksanakan proyek perkerasan jalan lapis beton senilai Rp327.463.000 dan pembangunan balai kemasyarakatan senilai Rp322.537.400, menggunakan dana desa.

Namun, kedua proyek tersebut tidak selesai karena anggaran dikelola secara tidak bertanggung jawab oleh Johanis Lompoliuw, yang saat itu menjabat sebagai pelaksana tugas Hukum Tua. Akibat perbuatannya, negara dirugikan sebesar Rp633.500.415,75.

Disisi lain, pemerhati politik dan pemerintahan Federik Pandeirot menyayangkan jika WTP yang diterima pemerintah bersamaan dengan vonis salah satu pejabat hukum tua di Minahasa. Padahal, penilaian pengelolaan keuangan harus sinkronisasi dari pemerintah daerah hingga desa.

“Kalo berbicara transparansi dan penilaian harusnya dinilai dari semua aspek yang harus dijadikan tolak ukur. Jika berturut-turut raih WTP, seharusnya selama beberapa tahun itu tidak ada penjabat yang tersangkut korupsi,” semburnya.

Meski begitu Pandeirot mengharapkan menjadi pelajaran bagi para pejabat lainnya untuk mengelola dana dengan lebih transparan dan bertanggung jawab, demi kepentingan masyarakat dan pembangunan di daerah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *